JOGJAKU JOGJAMU

Ada setangkup Haru dalam rindu,masih seperti dulu,setiap sudut menyapaku bersahabat...

FESTIFAL UPACARA ADAT DIY 2009 SIAP DIGELAR


Acara bertajuk Festival Upacara Adat Propinsi DIY 2009 akan digelar di Alun-Alun Utara Yogyakarta pada hari Minggu (29/11) mendatang. Acara ini akan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal, pewarisan semangat pelestarian pada generasi muda. “Festival Upacara Adat Propinsi DIY ini menjadi atraksi budaya rutin tahunan serta menunjang kepariwisataan di Yogyakarta," ujar Seksi Publikasi Dinas Kebudayaan Propinsi DIY, RM Donny Surya Megananda di Yogyakarta, Senin (23/11).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Donny, nantinya acara akan diawali dengan pentas repertoar tari yang menjadi representasi ekspresi ritual, selanjutnya diikuti oleh ratusan peserta upacara adat dari 5 daerah kabupaten dan kota se-DIY, yang masing-masing mengutus 2 kontingen. Peserta kemudian melaksanakan akan pawai di sudut-sudut Kota Yogyakarta.
“Display di Alun-Alun Utara untuk kemudian pawai Kirab mengelilingi Beteng Kraton kemudian dari Kantor Pos besar kebarat menuju Jalan KHA Dahlan lalu Jalan Wahid Hasyim melewati Jalan MT Haryono lurus ke arah Jalan Sutoyo dan Jalan Katamso yang akhirnya kembali ke Alun Alun Utara,” tambahnya.

sumber:krjogja.com

..........
Read more »

KETHOPRAK MATARAM INGIN TEMUKAN JATIDIRINYA


Taman Budaya Propinsi DIY bekerjasama dengan instansi terkait akan menyelenggarakan Festival Ketoprak Mataram antar Kabupaten dan Kota se Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tajuk Festival Ketoprak tahun 2009 di munculkan kata "Mataram" untuk mengangkat Ikon seni Budaya Yogyakarta yang mencitrakan diri sebagai seni budaya Mataram. Kegiatan ini dilaksanakan pada 20 hingga 22 November 2009, bertempat di gedung Sosieted Taman Budaya Yogyakarta.

Ketua panitia festifal ketoprak Drs Sukisno, M Sn saat ditemui di Yogyakarta, Kamis (19/11) mengatakan ketoprak mataram merupakan kesenian tradisi yang sangat konsisten didalam mempertahankan nilai-nilai tradisi yang merupakan roh kehidupan.

"Ketoprak Mataram merupakan ciri khas kesenian tradisi yang sangat lekat pada kehidupan masyarakat yogyakarta, yang sampai saat ini masih bisa dirasakan eksistensinya di daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dan merupakan kesenian tradisi yang sangat konsisten didalam mempertahankan nilai-nilai tradisi yang merupakan roh kehidupan. Berpijak pada pendapat tersebut maka Ketoprak Mataram akan dikemas dengan durasi waktu enam puluh sampai tujuh puluh menit tanpa mengurangi unsur tersebut diatas dalam Festifal Kethoprak Se-Yogyakarta 2009," ujar Sukisno

Ketoprak Mataram telah menyatu dengan kehidupan, adat istiadat bahasa dan kejiwaan masyarakat Yogyakarta. Adapun unsur tradisi yang tidak bisa terlepas dari perkembangan ketoprak Mataram diantaranya : Ontowecana, Unggah-ungguh, Tembang, keprak dan Iringan. Sejarah Mataram sangat besar dan luas termasuk cerita legenda yang masih dipercaya sampai saat ini. Untuk itu agar dapat menentukan tafsir lakon atau cerita yang terlalu luas Lakon atau cerita berdasarkan “ sejarah senopaten" setiap kontingen bebas memilih lakon –lakon yang berhubungan dengan "sejarah senopaten" sebagai misal sebagai Ki Ageng Mangir, Raden Rongga, Retna Dumilah, dan lain-lain.

Jadwal Festival Kethoprak hari pertama pada tanggal  20 November 2009 yaitu pertunjukan dari kontingen Kabupaten Kulonprogo, dengan lakon ‘Kurbaning Gegayuhan’ dan kontingen Kabupaten Bantul, dengan lakon "Surya Wanci Bangun". Hari kedua tanggal 21 November 2009 pentas dari kontingen Kota Yogyakarta dengan lakon "Mranggas" dan kontingen Kabupaten Sleman, dengan lakon "Kembang Katresnan". Hari terakhir festifal 22 November 2009 giliran pertunjukan dari  kontingen Kabupaten Gunungkidul, dengan lakon Sirnaning Angkara dan penampil selingan Ludruk dari komunitas Mahasiswa Teater ISI. Acara dimulai pukul 19.30 WIB bertempat Gedung Sosieted, TBY dan terbuka untuk umum.

Sumber:krjogja.com

..........
Read more »

SEJARAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DIY) adalah provinsi tertua kedua di Negara Republik Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan.
Kesultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai “Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state” dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah negara.

..........
Read more »

MALIOBORRO(JALAN SEJUTA KENANGAN)


KeYogya, belum afdol kalau belum mampir ke Malioboro. Ya, jalan yang berada persis di garis imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu, Monumen Jogja Kembali dan puncak Gunung Merapi memang menjadi kawasan legendaris dan menyimpan sejuta kenangan.


Jalan Malioboro telah membentuk sebuah kawasan tempat berkumpulnya berbagai komunitas. Dari sekian banyak komunitas yang ada, hanya komunitas pedagang yang terus eksis hingga kini. Komunitas-komunitas yang lain, yang dulu memanfaatkan kawasan ini, seperti komunitas budayawan dan seniman akhirnya hanya kebagian ruang sempit, tergusur aktivitas perdagangan yang semakin lama semakin menguasai ruang di Malioboro.

Jalan tersebut dibangun sejak Raja Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono I, dilengkapi sarana perdagangan berupa pasar tradisional semenjak tahun 1758. Pasar yang dulunya berupa kawasan yang banyak tumbuh pohon beringin akhirnya diberi nama Pasar Beringharjo. Kawasan perdagangan tersebut terus berkembang dan setelah berlalu 248 tahun, akitvitas perdagangan meluas hingga menguasai seluruh kawasan Malioboro.

Malioboro tidak ada hubungannya sama sekali dengan mallbor. Malioboro diambil dari bahasa sansekerta yang berarti karangan bunga. Dulu, jalan yang perisis membujur ke arah pintu gerbang Keraton Ngayogyakarta selalu dipenuhi karangan bunga jika Keraton menggelar perhelatan. Karena itu jalan tersebut diberi nama Malioboro (karangan bunga).

Malioboro menjadi saksi bisu beragam peristiwa penting yang akhirnya banyak mewarnai perjalanan panjang bangsa Indonesia. Hengkangnya tentara kerjaan Belanda dari Bumi Pertiwi secara simbolik dilakukan di Jalan Malioboro dan ada prasastinya yang dapat dilihat sampai sekarang. Di kanan kiri Jalan Malioboro terdapat banyak bangunan bersejarah, diantaranya Benteng Vredeburg dan Gedung Agung. Pernah menjadi tempat bersarang komunitas seniman dan budayawan besar.

Malioboro memang eksotik. Keeksotikan tersebut tetap berpendar hingga saat ini. Ikon Kota Yogyakarta menyediakan aneka macam cinderamata khas Jogja. Perburuan cinderamata sambil berjalan kaki di bahu jalan tempat mangkalnya ratusan pedagang kaki lima menghadirkan suasana nan romantis. Semua ada disini, mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci, lampu hias dan lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta barang-barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang banyak ditemui di tempat perdagangan lain.

Bila sudah cukup puas menyusuri Malioboro, lesehan Malioboro yang mulai buka menjelang petang dapat dimanfaatkan melepas lelah sambil menikmati makanan khas Jogja Gudeg. Bagi yang ingin memanjakan mulut dengan menu lain, juga ada burung dara goreng/bakar, pecel lele, sea food, masakan Padang dan aneka makan khas lainnya. Sambil menikmati makanan, pengamen jalanan akan menghibur dengan lagu-lagu hits atau tembang kenangan.

Itulah suasana yang ngangeni, suasana Malioboro. Maka "Kembali Ke Kotamu" menggambarkan kerinduan akan  Jogja dengan Malioboronya

..........
Read more »

Copyright © 2009 JOGJAKARTAKU | All Rights Reserved | Template Designed by Jake F. Ilac | FRONTPAGE